Wednesday, November 9, 2016

Jodohmu Adalah Cerminan Dirimu, Benarkah?

tentangcinta64 - Waktu menunjukkan pukul 23:50. Mata ini masih enggan terpejam, walaupun dengan segala cara kucoba. Mulai dari memaksakan mata untuk terpejam, baca buku (hehe, katanya baca buku bisa menjadi obat yang paling ampuh untuk bisa memejamkan mata) dan terakhir mematikan lampu. akhirnya kucoba memanfaatkan dini hari ini dengan menulis artikel ini. "Jodohmu Adalah Cerminan Dirimu" benarkah begitu?

teringat beberapa pekan lalu, ketika pertemuan rutin kami disalah satu rumah. awalnya pembahasan hari itu mengenai pengalaman rekan-rekan yang telah menikah. bagaimana proses sebuah pernikahan itu agar tetap sesuai dengan syariat yang telah ditentukan. Bagaimana sehingga akhirnya menentukan dan memantapkan hati agar menerima seseorang untuk menjalankan Visi hidup secara bersama. bukan hanya sekedar menjalin kasih sayang antar dua makhluk. bukan hanya sekedar menyatukan dua orang anak manusia saja, tetapi juga menyatukan dua keluarga yang pasti memiliki perbedaan yang signifikan. selain itu menikah juga membangun keluarga yang sakinah, mawaddah dan dibawah rahmat Allah SWT serta menjadikan regenerasi yang mampu melanjutkan perjuangan dakwah di Jalan Allah.
ada banyak masukan dan nasihat bagi kami yang notaben nya belum berumah tangga. Sehingga sesekali ada gurauan yang kulontarkan kepada kakak-kakak agar segera menyempurnakan separuh dirinya.

ada satu kisah menarik yang diceritakan, yaitu tentang seorang laki-laki yang sudah hampir lanjut usia, umurnya sudah hampir kepala 4. Anggap lah si A. tetapi ia masih belum menemukan jodohnya. Padahal dari sisi lain dia adalah seorang yang mengerti agama, pintar, dan mampu dari segi materil. hanya saja ketika ada yang bertanya kriteria seperti apa yang dia inginkan, sampai-sampai dari sekian banyak wanita yang ia temui, belum ada yang membuatnya tertarik untuk dijadikan pendamping.

mungkin inilah sumber masalah yang membuat dia belum menikah. ketika ditanya sahabatnya (si B) calon seperti apa yang kamu inginkan? dan si A menjawab "dia harus seperti siti Khadijah, minimal mendekati. Harus cerdas, kaya jika perlu putih, pintar ini, pintar itu dll " si B kaget, tapi mencoba menengkan diri. Si B pun bertanya lagi kepada si A "jika kamu menginginkan kriteria pendamping seperti yang kamu sebutkan tadi, dan hampir mendekati seperti ibunda Khadijah RA. Apakah kamu sudah seperti Rasulullah, yang rela berjuang untuk dakwah dengan perjuangan yang luar biasa ?" Sontak si A kaget dan membuatnya berfikir kembali dengan kriteria yang telah ditentukannya untuk mencari pendamping hidup.

***

kisah itu masih berlanjut dengan di sampai hikmah dari cerita itu. Aku juga mencoba mencerna kisah tersebut. ketika menginginkan seorang pendamping hidup nantinya. pasti sejak kemarin sudah ada kriteria-kriteria yang ada di pikirab ini. Harus seperti apakah ia nanti, punya apa, hafalannya sudah berapa juz? sudah paham tentang islam sudah sejauh apa? aplikasi tentang pemahamannya sudah benar apa belum? cerdas tidak? gigih tidak? sungguh-sungguh tidak? dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang lain yang menentukan kriteria pendamping hidupku nanti. Tapi kisah tadi membuat ku berfikir lagi dengan kriteria-kriteria yang sudah aku tetapkan. Seperti yang aku ketahui selama ini. Pasangan kita adalah cermin dari diri kita. Ketika aku mengajukan kriteria-kriteria yang bejibun banyak nya dan mendekati sempurnanya seorang manusia. Apakah aku sudah menjadi pribadi yang aku sebutkan pada kriteria yang aku ajukan? atau masih jauh dari itu semua? Nah, jika masih jauh dari semua kriteria itu, apakah pantas kita meminta lebih sementara kita tidak berusaha untuk menjadi pribadi yang ada pada kriteria yang sudah kita tetapkan.

Masih jauh, ternyata masih jauh banget. gumamku dalam hati. Jika ingin pendamping seperti Rasulullah, jadikan lah dulu dirimu seperti Khadijah atau Aisyah. Jika ingin pendamping seperti Ali bin Abi Thalib, jadikan dulu dirimu seorang seperti fatimah Azzahra, dan begitu juga yang lainnya.
Subhanallah, sore itu cukup menjadi pelajaran bagiku. Cukup menjadi barometer untuk berfikir kembali.

Teman, ... Ada banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari kisa, nasihat atau apapun yang kita lihat dan yang kita dengar, Agar kita mampu menjadi pribadi-pribadi yang berfikir, hanya saja apakah kita mau atau tidak mendengarkan dan mencerna nasihat itu agar menjadi suatu pembelajaran untuk diri kita. Wallahu'alam... semoga bermanfaat.



sumber : dakwatuna.com

0 comments:

Post a Comment